Selasa, 24 Februari 2009

MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN MELALUI PROGRAM PKH

MEMUTUS RANTAI KEMISKINAN MELALUI PROGRAM KELUARGA HARAPAN
Oleh: Muhammad Mustajab, S.Sos

Rendahnya kemampuan ekonomi sebuah keluarga rumah tangga sangat miskin (RTSM) membawa dampak pada buruknya kualitas nutrisi dan gizi, serta menyebabkan banyak anak-anak yang tidak dapat melanjutkan pelajarannya di bangku sekolah. Sebagian diantaranya harus bekerja keras untuk membantu mencari nafkah untuk keluarganya dan ada yang terpaksa menjadi anak jalanan. Semakin besarnya jumlah anak usia sekolah yang tidak mampu memperoleh pendidikan yang layak akan memperburuk kondisi sosial ekonomi dan politik pada masa yang akan datang dan mengakibatkan beban sosial yang sangat tinggi terhadap negara.

Penanggulangan kemiskinan membutuhkan upaya yang terus menerus karena kompleksitas permasalahan dan keterbatasan sumber daya yang dihadapi masyarakat miskin. Untuk itu, penanggulangan langkah-langkah kemiskinan tidak dapat ditangani oleh satu saktor saja, tetapi harus melibatkan multi sektor dan lintas stakeholder terkait. Salah satu sasaran penanggulangan kemiskinan dalam RPJMN 2004-2009 adalah berkurangnya jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan hingga mencapai 8,2 % pada akhir tahun 2009.

Dalam kerangka percepatan penanggulangan kemiskinan dan pengembangan sistem jaminan sosial, mulai Tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Keluarga Harapan (PKH) Tujuan umum Program ini adalah untuk meningkatkan jangkauan atau aksesbilitas masyarakat tidak mampu terhadap layanan publik, khususnya pendidikan dan kesehatan.

Untuk jangka pendek, melalui pemberian bantuan uang tunai kepada RTSM, program ini diharapkan dapat mengurangi beban pengeluaran RTSM, sedangkan untuk jangka panjang, melalui kewajiban yang ditentukan diharapkan akan terjadi perubahan pola pikir dan prilaku yang berkaitan dengan aktivitas perbaikan kesehatan dan status gizi serta peningkatan taraf pendidikan RTSM.

Sebagai ilustrasi, kondisi Umum penduduk miskin di Kalimantan Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:






TAHUN
JUMLAH PENDUDUK
MISKIN
PERSENTASE
2002
259.800
8,51
2003
258.960
8,16
2004
231.000
7,19
2005
235.700
7,23
2006
278.500
8,32
2007
233.500
7,01
2008
218.900
6,48

Sumber: Bappeda Prop. Kalimantan Selatan

Kalau kita lihat dari tabel di atas, terdapat kecenderungan terjadinya penurunan persentase penduduk miskin, meski terjadi lonjakan pada tahun 2005 dan tahun 2006, karena adanya kebijakan Bantuan Langsung Tunai (BLT).

Selanjutnya, kondisi penduduk miskin ini menempatkan Kalimantan Selatan dalam peringkat ke-3 Penduduk miskinnya paling sedikit dan berada dibawah DKI dan Provinsi Bali.
terhadap perbaikan status kesehatan anak-anak dan ibu hamil serta tingkat pendidikan anak-anak RTSM tersebut sehingga rantai kemiskinan keluarga tersebut dapat terputus.

Beberapa keunggulan program PKH, diantaranya yaitu program ini dilengkapi dengan berbagai piranti dan perlengkapan yang memadai, seperti Sistem Pengaduan Masyarakat, pola pendampingan yang tersistem, dan sanksi yang jelas dan tegas bagi peserta PKH yang tidak menjalankan komitmen.

Disamping itu, program yang dilaksanakan dengan penjaringan peserta berdasarkan data Susenas 2005 ini, dalam pelaksanaannya senantiasa dilakukan resertifikasi yaitu evaluasi kepesertaan PKH yang dilaksanakan sebanyak 2 (dua) kali, yakni setiap 3 (tiga) tahun. Dengan demikian, bila berdasarkan hasil resertifikasi peserta PKH dinyatakan tidak lagi memenuhi syarat, maka dapat dikeluarkan dari kepesertaan. Berdasarkan pengalaman pada tahun ketiga sebanyak 15% peserta telah mengalami perubahan ke arah yang lebih baik.

Pelaksanaan PKH hingga tahun 2015 diharapkan dapat menjadi sebuah solusi dalam upaya memutus rantai kemiskinan bagi RTSM, sudah barang tentu kepesertaan PKH, tidak hanya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat penerima PKH saja, tetapi perubahan pola hidup dan perilaku yang menyangkut pendidikan dan perbaikan kesehatan dapat berdampak luas kepada masyarakat di wilayah dilaksanakannya Program PKH.

Peserta PKH akan menerima bantuan selama maksimal 6 tahun. Hal ini berdasar pada pengalaman pelaksanaan program serupa di negara-negara lain yang menunjukan bahwa selama 5-6 tahun peserta dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Untuk itu, setiap 3 tahun akan dilakukan resertifikasi terhadap status kepesertaan. Apabila setelah 6 tahun kondisi RTSM masih berada di bawah garis kemiskinan, maka untuk exit strategy PKH memerlukan koordinasi dengan program lain yang terkait seperti ketenaga kerjaan, perindustrian, perdagangan, pertanian, pemberdayaan masyarakat dan sebagainya.

Persoalannya, sejauhmanakah efektivitas pelaksanaan program PKH di tingkat lapangan, tentu saja berdasarkan pengalaman dan konsep PKH, diyakini PKH mampu memberikan makna signifikan bagi usaha penanggulangan kemiskinan dan memutus rantai kemiskinan.

Slogan PKH, yaitu ”saya boleh miskin, tetapi anak kami tidak boleh miskin” merupakan sebuah bentuk dan upaya serta tekad untuk memberikan sebuah harapan dan masa depan yang lebih baik bagi anak dan keturunan RTSM. Perubahan pola hidup dan perilaku yang menyangkut peningkatan status kesehatan dan peningkatan taraf pendidikan merupakan kunci utama dalam membuka pintu dalam upaya memutus rantai kemiskinan dan mencapai kehidupan yang lebih baik.

Kita berharap Program PKH, yang dilaksanakan di 5 (lima) Kabupaten di Kalimantan Selatan yaitu Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Banjar, Tanah Laut dan Kabupaten Barito Kuala yang meliputi 13.622 RTSM ini (sebelum validasi) atau 6,22 % dari jumlah penduduk miskin seperti tabel di atas, dapat berjalan dengan baik dan optimal, tidak hanya terbatas pada terserapnya dana PKH hingga 100% namun hal yang terlebih penting adalah dipastikannya bahwa peserta PKH akan menjalankan komitmen yang telah disepakati dengan sebaik-baiknya.

Disinilah peran sentral pendamping PKH di tingkat Kecamatan, sebab hanya dengan upaya pendampingan yang baik, kepastian peserta PKH untuk melaksanakan kewajibannya dapat termonitoring dan terlaksana secara tuntas.

Untuk merealisasikan hal ini terdapat kendala yang cukup berarti, yakni terbatasnya ketersediaan tenaga pendamping bagi peserta PKH, karena jumlah pendamping PKH di Kalimantan Selatan yang berjumlah 76 orang dengan pendampingan rata-rata 180 peserta PKH. Hal ini tentunya dalam jangka pendek perlu disikapi oleh pendamping dengan senantiasa melakukan kunjungan dan pendampingan secara intensif kepada setiap RTSM peserta PKH, dan jangka panjang bagi pelaksana Program diharapkan dapat melakukan rekruitmen pendamping baru paling tidak dengan rasio 1 (satu) pendamping 100 org, mengapa demikian karena tugas pendamping sangatlah berat, sehingga disamping memerlukan sebuah komitmen yang kuat dari pendamping, juga harus dilihat kemampuan dan aksesibilitas pendamping dalam melaksanakan tugas pendampingan.

Selanjutnya, dalam menghadapi permasalahan pendataan dan ketidakadilan yang dirasakan sebagian masyarakat, perlu dilakukan langkah-langkah terkoordinasi dan terprogram guna mensosialisasikan PKH secara lebih intensif dan tepat sasaran. Peran aparatur pemerintahan, tokoh masyarakat dan tokoh agama diyakini akan menjadi mediasi yang dapat dijadikan senjata ampuh bagi terbangunnya jiwa kolektif dan kebersamaan masyarakat.

Sekali lagi, peran pendamping dalam melakukan evaluasi terhadap peserta PKH yang layak atau tidak layak menerima PKH akan menjadi pertimbangan penting bagi pihak terkait dan berwenang dalam melakukan penghapusan dan penetapan kepesertaan sebagai anggota PKH.
Akhirnya, kita banyak berharap Program Keluarga Harapan yang diluncurkan sebagai bentuk dan respon terhadap kondisi masyarakat sangat miskin ini, pada saatnya nanti dalam aplikasinya akan benar-benar mampu memutus rantai kemiskinan. Semoga.
Penulis.
Staf Bagian Humas dan Protokol
Setda. Kab. Barito Kuala
Koordinator Jupen PKH Kabuten Barito Kuala
Email: vision74_must@yahoo.co.id

Tidak ada komentar: