Minggu, 23 Maret 2008

PENDEKATAN PENGENTASAN KEMISKINAN

Kemiskinan merupakan masalah klasik yang seakan tidak pernah tuntas
di belahan bumi manapun. Kemiskinan terkait erat dengan faktor ekonomis,
yang dinyatakan dalam ukuran tingkat pendapatan (income) atau tingkat
konsumsi individu atau komunitas.

Di Indonesia, kemiskinan diukur dengan tingkat pemenuhan kebutuhan
dasar, yang dinyatakan dalam ukuran kebutuhan hidup minimum atau
kebutuhan kalori, pandangan ini kemudian menjadi patokan bagi upaya pendekatan
pengentasan kemiskinan. Dimana Upaya pengentasan kemiskinan dilakukan
dengan pembangunan yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi.

Beberapa upaya Pemerintah, dihadapkan pada kendala pertumbuhan
penduduk yang begitu besar sehingga out put upaya pengentasan kemiskinan
menjadi terlihat stagnan..

Pada masa lalu, pendekatan Teori ”trickle down effect ”
diharapkan akan menetes secara merata kepada lapisan masyarakat. Kemudian
Pendekatan lainnya, diarahkan Pemerintah melalui pola bantuan langsung.

Dari uraian sebelumnya, Penulis, tertarik menemukan sisi lain dari
berbagai aspek kondisi masyarakat, yakni terhadap aspek aktivitas
komunikasi dan informasi masyarakat di kaitkan dengan upaya pemberdayaan
masyarakat sebagai pendekatan pengentasan kemiskinan.

Pemeberdayaan masyarakat sendiri, dapat dilakukan terhadap faktor
eksogen dan endogen. Faktor eksogen adalah faktor-faktor yang berasal dari
luar masyarakat, baik berupa kebijakan pemerintah, bantuan biaya,
bantuan tenaga penyuluh dan lain sebagainya. Sedangkan faktor endogen
adalah faktor dari dalam berupa tata nilai, adat kebiasaan, sikap mental
dari masyarakat itu sendiri dan lain sebagainya
.
Berkaitan dengan itu, Mc. Clelland (1997) mengatakan bahwa kemajuan
suatu bangsa sangat ditentukan oleh virus mental “ need for
achievment” (n ach) yang dimiliki bangsa tersebut. Virus mental yang ingin
mencapai sesuatu tersebut dapat dilihat dari bacaan anak-anak usia sampai
10 tahun. Suatu bangsa yang memiliki virus mental “n ach” akan
menjadi bangsa yang kreatif dan inovatif, mengutamakan kualitas serta
disiplin. Sebaliknya bangsa yang rendah virus “n ach” –nya hanya akan
menjadi bangsa pengekor (Sadu Wasistiono, dalam bukunya Kapita Selekta
Manajemen Pemerintah Daerah 2001 : 73).

Selanjutnya, Menurut Koentjaraningrat seperti dikutip Sadu Wasistono
mengatakan bahwa adanya beberapa sikap negatif dari bangsa Indonesia
yaitu:
1. Suka menerabas
2. Tidak memiliki disiplin murni
3. Berorientasi ke atas
4. Mengabaikan mutu.

Beberapa pendapat di atas, terkait erat dengan aktivitas komunikasi
dan informasi masyarakat, sebut saja penularan virus mental N ACH, akan
menjadi terkendala manakala saluran komunikasi dan informasi di tengah
masyarakat mengalami kesenjangan, bahkan yang lebih buruk lagi
mengalami kebuntuan.

Sebagai contoh, di Kabupaten Barito Kuala Propinsi Kalimantan Selatan
terdapat sebuah Desa yang merupakan eks lokasi transmigrasi,
kondisinya lebih maju dari penduduk lokal, hal ini ditandai dengan kondisi rumah
yang cukup bagus dengan konstruksi beton dan dimilikinya kendaraan
baik roda 2, yang rata-rata setiap rumah memiliki 2 buah, serta tingkat
pendidikan anak-anak mereka hingga jejang perguruan tinggi.

Saat berinteraksi dengan salah satu warga, penulis sedikit tertegun,
dikatakannya bahwa ”kami tidak pernah berhenti bekerja, pagi sampai
siang kami bertani, kemudian pulangnya kami mencari rumput untuk pakan
ternak”. Bahkan penulis sempat ditawarkan untuk berinvestasi dalam
bidang peternakan, khususnya penggemukan sapi yang dikelolanya dengan
keuntungan yang lumayan besar dengan uang Rp. 10 Juta misalnya dalam 6
bulan akan mendapat keuntungan sampai dengan 3 juta rupiah.
Hal ini merupakan salah satu gambaran betapa besarnya, motivasi warga
untuk mencapai sesuatu merupakan bentuk telah tervirusinya warga oleh
virus N ACH dimaksud.
Yang lebih membuat penulis terkejut adalah betapa besarnya motivasi
dan semangat mereka untuk mencapai kemajuan, hal ini terlihat dari animo
masyarakat yang sangat besar dalam menerima program pemerintah,
informasi dan teknologi baru.

Permasalahannya adalah bagaimanakah cara agar virus N ACH ini, tidak
hanya terbatas pada warga eks trans tersebut, tetapi juga dapat
menjangkiti seluruh masyarakat di Kabupaten Barito Kuala. Bila ini dapat
tercapai penulis berkeyakinan akan terjadi lompatan besar kemajuan
masyarakat, yang tentunya akan berdampak signifikan terhadap upaya Pemerintah
Daerah dalam mengentaskan kemiskinan dan melepaskan diri dari status
Daerah tertinggal yang didisandang Kabupaten Barito Kuala hingga saat ini.

Kemudian terhadap sikap negatif bangsa Indonesia, mungkin saja
terakumulasi sebagai bangsa terjajah lebih 350 tahun, dimana aktivitas
komunikasi dan informasi masyarakat sangat dibatasi, sehingga masyarakat
terkungkung dalam ketidak tahuan dan keterbatasan informasi yang kemudian
mempengaruhi budaya dan perilakunya.

Untuk itulah, penulis memandang perlu dilakukan upaya pembinaan yang
lebih intensif terhadap aktivitas komunikasi dan informasi masyarakat.
Baik melalui penyediaan infrastuktur yang menjamin akses informasi
masyarakat maupun berupa program-program yang berorientasi pada peningkatan
dan pengembangan informasi masyarakat.
Terlebih dewasa ini, masyarakat dihadapkan pada serbuan derasnya arus
informasi yang apabila tidak disikapi secara tepat dapat saja
informasi yang diterima justru dapat mematikan inovasi dan kreasi masyarakat,
sebut saja tayangan iklan pada Televisi, yang cenderung mendorong
masyarakat menjadi konsumtif.

Sebaliknya bila masyarakat memiliki kemampuan memilih dan memilah
tayangan yang positif, sudah barang tentu akan memberikan nilai positif
pula, misalnya dengan melihat atau menyaksikan program wira usaha dari
televisi, masyarakat kemudian terinspirasi untuk melakukan hal yang
sama, tentunya hal ini akan memeiliki pengaruh yang besar terhadap sisi
kehidupan masyarakat itu sendiri.

Salah satu Program Pemerintah yang penulis pandang relevan adalah
melalui Peningkatan dan Pengembangan Kelompok Informasi masyarakat (KIM),
yang diharapkan dapat menjadi solusi dan wadah bagi lebih
teroganisirnya aktivitas komunikasi dan informasi masyarakat. Dimana KIM adalah
sebuah lembaga layanan informasi publik yang berasal dari, oleh dan untuk
masyarakat.

Apalagi pembentukan KIM hingga pada tingkat akar rumput masyarakat,
diyakini mampu mengemban tugas untuk memberikan informasi yang benar,
tepat, akurat dan bermartabat sesuai dengan nilai-nilai budaya bangsa
Indonesia yang pada gilirannya diharapkan dapat lebih memberdayakan
masyarakat.

Kelompok Informasi Masyarakat (KIM), memiliki tujuan
a. Mewujudkan masyarakat yang mengerti, mengetahui, peduli dan
memahami informasi.
b. Memberdayakan masyarakat agar dapat memilah dan memilih
informasi yang dibutuhkan.
c. Mewujudkan jaringan informasi serta media komunikasi dua
arah antara Pemerintah dan masyarakat maupun dengan pihak lainnya.
d. Menghubungkan satu kelompok masyarakat dengan kelompok yang
lainnya untuk mewujudkan kebersamaan, kesatuan dan persatuan bangsa.

Dengan tujuan demikian, dalam jangka panjang tentunya, pada saatnya
nanti masyarakat diharapkan dapat mengembangkan potensi komunikasi dan
informasi yang dimiliki guna mendukung aktivitas atau usaha ekonomi
masyarakat, sehingga pada gilirannya aktivitas komunikasi dan informasi
yang lebih terbuka, lebih terorganisir dengan jaringan yang luas dan kuat,
dimana kondisi ini diharapkan akan menjadi jaminan bagi tercapainya
tujuan KIM itu sendiri dan yang terpenting mampu lebih memberdayakan
masyarakat sebagai masyarakat informasi yang memiliki kemampuan
mengumpulkan, mengolah, menyebarkan serta memanfaatkan informasi bagi pengembangan
usaha ekonominya yang tentunya akan mendukung upaya pemerintah dalam
mengentaskan kemiskinan, dan memperkuat jati diri sebagai bangsa yang
bermartabat serta pada akhirnya dapat lebih memperkokoh dan memperkuat
Keutuhan NKRI.

Tidak ada komentar: